Segala puji untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah memberikan hidayah kepada hamba-hamba-Nya dalam mentaati perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-Nya. Shalawat beserta salam tercurahkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang
mengikutinya dengan kebaikan sampai Hari pembalasan.
Sesungguhnya sebagai seorang Muslim wajib baginya untuk berpegang teguh
dengan agamanya, dengan mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang muslim Allah ‘Azza wa
Jalla mewajibkan bagi setiap muslim untuk masuk kedalam agama Islam
ini secara menyeluruh (Kaffah) dalam semua aspek, baik aspek aqidah, ibadah,
mu’amalah serta akhlak sebagaimana seruan Allah Subhanahu wa
Ta’ala di dalam Al-Qurân:
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan,
sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.(QS. al-Baqarah:
208).
Demikian juga sebagai seorang muslim dilarang baginya untuk berpaling dari
menta’ati Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, karena yang
demikian itu akan membawanya kepada kesengsaraan hidup dan penyesalan di
akhirat, sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qurân:
“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya di Hari Kiamat
dalam keadaan buta, lalu ia berkata : Ya Tuhanku, mengapa engkau menghimpunkan
aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang dapat melihat. Lalu
Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (QS.
Thoha: 124-126)
Oleh karena itu seorang Muslim wajib menjaga agamanya dari
apa-apa yang akan merusak,membatalkan keislamannya yang secara tidak
langsung tanpa disadarinya dia telah melakukan suatu perkara yang telah merusak
keislamannya bahkan bisa mengeluarkannya dari agama Islam. Untuk
mengingatkan kaum muslimin agar tidak terjerumus kepada hal demikian, maka
Insya Allah Ta’ala pada tulisan kali ini akan dibahas hal-hal
yang akan membatalkan keislaman seseorang. Jika salah seorang muslim terperosok
kepada salah satu dari pembatal keislaman ini maka dia bisa keluar dari agama
Islam, dan wajib baginya bersegera untuk bertaubat kepada Allah ‘Azza
wa Jalla.
Ada sepuluh perkara Pembatal keislaman, dan hal ini telah banyak terjadi
serta tersebar di tengah-tengah masyarakat:
1.
Syirik dalam beribadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Syirik merupakan induk dari segala dosa, sebagaimana yang dijelaskan dalam
firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik dan Dia akan
mengampuni segala dosa selain dari (syrik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki.
Barangsiap yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar”. (QS. an-Nisa’: 48)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan Surga
bagi orang-orang Musyrik, sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan Surga baginya, dan tempatnya ialah neraka, dan
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorangpun penolong”. (QS.
al-Maidah: 72)
Bahkan perbuatan syirik akan menghapus amal seseorang sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qurân :
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
sebelummu; Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu, dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. az-Zumar: 65)
Syirik juga adalah kezhaliman yang menduduki peringkat pertama dari
dosa-dosa yang lain, sebagaimana yang Allah Ta’ala khabarkan
di dalam Al-Qurân:
“Sesungguhnya syirik (mempersekutukan Allah) adalah benar-benar kezhaliman
yang sangat besar”. (QS. Luqman ayat 13)
Diantara bentuk-bentuk Kesyirikan seperti: Berdo’a kepada orang-orang yang
telah mati, meminta tolong kepada manusia dalam urusan-urusan yang manusia
tidak mampu melakukannya, beristighatsah kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala, bernazar, menyembelih kepada selain Allah‘Azza wa Jalla,
mendatangi tukang ramal, dukun, tukang sihir dan lain-lainnya.
Begitu besar dan banyaknya bahaya syirik ini maka pantaslah seseorang yang
terjatuh ke lembah kesyirikan ini menjadi rusak dan batal keislamannya.
2.
Menjadikan/membuat perantara antara
dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seseorang berdoa dan meminta Syafa’at melalui perantara-perantara agar
do’anya disampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian juga bertawakkal kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, hal
ini merupakan salah satu bentuk kekufuran, karena perbuatan ini adalah bentuk
kesyirikan orang-orang musyrik jahiliyah terdahulu, yang telah dijelaskan dan
digambarkan dalam Al-Qurân:
“Ingatlah !!! hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): kami tidaklah
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya”. (QS. az-Zumar ayat 3)
Allah Ta’ala tidak menjadikan antara dirinya dan hamba-Nya
perantara dalam beribadah kepadanya, karena Allah itu dekat, sebagaimana yang
telah difirmankan-Nya dalam Al-Qurân :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi semua perintah-Ku,
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran“. (QS. al-Baqarah ayat 186)
Contoh : wahai Syaikh (fulan) mintakanlah kepada Allah agar aku selamat
atau wahai penunggu kubur melalui perantaraanmu, mohonkanlah kepada Allah agar
aku sehat.
Oleh karena itu apabila kita meminta, mintalah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, apabila kita berdoa, maka berdoalah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala secara langsung.
3.
Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik,
atau ragu dengan kekafiran mereka atau membenarkan keyakinannya dan mazhabnya.
Di dalam Al-Qurân Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menghukumi orang-orang yahudi, nashrani dan penyembah berhala sebagai
orang-orang kafir. Maka barang siapa yang tidak mau menghukumi mereka sebagai
kafir, maka berarti dia telah menafikan hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan mendustakan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan
dalam kitab-Nya, dan barang siapa ragu dengan kekafiran mereka, maka berarti
mereka telah meragukan kabar dari Allah ‘Azza wa Jallabeserta
hukum-hukum-Nya.
Contoh : Abu Jahal itukan juga muslim, buktinya dia juga berdoa kepada
Tuhan atau adanya anggapan bahwa semua agama itu sama, yang berbeda hanya
caranya sedangkan tujuannya sama. Yahudi adalah baik, nashrani juga baik.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkafirkan
mereka di dalam Al-Qurân. Diantara contoh yang lain adalah: menganggap faham
komunis itu ada juga baiknya.
4.
Meyakini bahwa petunjuk yang diturunkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya tidak
sempurna dan meyakini bahwa petunjuk yang dibuat oleh manusia lebih sempurna
dan lebih baik, atau hukum yang dibuat manusia lebih baik dari hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Apabila hal seperti diatas ada pada diri seorang muslim, maka telah jelas
akan rusaknya dan batalnya keislamannya. Hal ini disebabkan bahwa apa yang
disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya
merupakan wahyu dari Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya :
“dan tidaklah ia (Nabi Muhammad) itu bicara melalui hawa nafsunya,
melainkan itu adalah wahyu yang diwahyukan Allah (kepadanya)”. (QS. an-Najm: 3-4)
Diantara hal yang wajib diyakini oleh seorang muslim bahwa petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, khabar yang telah ia sampaikan, lebih baik dan sempurna
dari petunjuk, syariat, dan khabar selainnya.
Oleh karena itu siapa yang ragu akan hal-hal yang disebutkan diatas maka
sungguh dia telah jatuh kepada kekufuran. Untuk lebih meyakinkan hati terhadap
hal diatas silahkan para pembaca mebuka dan membaca ayat-ayat di dalam Al-Qurân
berikut ini: Surat al-Maidah ayat 5, surat Shod ayat 26, Surat an-Nisa’ ayat
60.
Diantara contohnya : seseorang yang meyakini undang-undang yang dibuat oleh
manusia lebih baik dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala,
lebih baik daripada Al-Qurân atau sama derajatnya, atau dengan mengatakan
mengamalkan undang-undang ini sama dengan mengamalkan hukum AllahSubhanahu
wa Ta’ala.
5.
Membenci Syariat Islam
Siapa yang membenci sesuatu yang datang dari Rasul, walaupun dia
mengamalkannya maka sungguh dia telah jatuh kepada lembah kekufuran. Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka membenci kepada apa yang
diturunkan Allah lalu a Allah menghapus (pahala-pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad: 9)
Sesungguhnya mencintai Syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
suatu tanda mencintai AllahSubhanahu wa Ta’ala dan benci
terhadap Syariat Allah ‘Azza wa Jalla sebagai tanda benci
kepada AllahTa’ala. Orang yang beriman adalah orang yang sangat cinta
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barang siapa yang cinta
kepada Allah Ta’ala, maka dia akan mencintai apa yang Allah ‘Azza
wa Jallaperintahkan dan barang siapa yang membenci perintah Allah ‘Azza
wa Jalla sama dengan membenci Allah Ta’ala, dan tidak ada
manfaat amal yang dilakukannya selama dia membenci Syariat Allah Ta’ala,
keadaannya sama dengan orang-orang munafik.
Diantara contoh-contoh sikap benci kepada Syariat Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah: benci kepada perempuan yang berhijab (memakai Jilbab
yang Syar’i), benci kepada orang yang mendakwahkan tauhid, benci kepada orang
yang mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamseperti
seseorang yang memelihara jenggotnya, benci kepada seseorang yang celananya
diatas mata kaki, benci kepada hukum Islam dalam warisan dan pandangan sinis
kepada ajaran Islam. Semua bentuk kebencian yang disebutkan diatas apabila
dilakukan oleh seorang muslim diikuti dengan i’tiqad di dalam hatinya maka hal
ini akan membatalkan keislamannya, dan sudah sepantasnya seorang mukmin
mencintai Allah Ta’ala, karena mencintai-Nya merupakan pokok-pokok
keimanan.
Sesungguhnya iman seseorang tidak akan sempurna sampai mereka mau berhukum
dengan Syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk dan patuh
kepada-Nya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.(QS. an-Nisa’: 65)
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwasanya Wajib bagi seorang
mukmin untuk menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
hakim dalam setiap perselisihan yang terjadi antar sesama mereka, namun
disamping itu setiap mu’min juga dituntut untuk memiliki kerelaan dan kecintaan
di dalam hatinya atas setiap perkara yang diputuskan Allah Subhanahu
wa Ta’aladan Rasul-Nya meskipun bertentangan dengan hawa nafsunya.
Satu hal yang tidak boleh kita meragukan kebenarannya, bahwa membenci
Syariat merupakan sebesar-besarnya dosa yang ada pada jiwa manusia, karena
kebencian ini akan membuahkan penolakan, dan penolakan akan mengantarkan
pelakunya keluar dari ajaran/agama Islam.
Syariat Islam yang mulia ini harus diagungkan, dihormati kebesarannya,
karena pengagungan Syariat adalah tanda dari baiknya agama seseorang dan juga
sebagai tanda dari jiwa yang bertaqwa sebagaimana yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala jelaskan dalam Al-Qurân:
“Barang siapa yang mengagungkan Syariat-syariat Allah maka sesungguhnya hal
itu adalah sebagai tanda hati yang taqwa.”
Syaikh al-Hafizh Ibnu Ahmad al-Hakami rahimahullah, ketika
beliau ditanya tentang tentang tanda seorang hamba yang cinta kepada Robbnya, maka
beliau menjawab; tanda seorang hamba yang cinta kepada Robbnya adalah
apabila hamba tersebut mencintai apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala, membenci
apa yang dibenci oleh Allah, melaksanakan perintah-Nya, meninggalkan
larangan-Nya, mencintai orang yang mencintai Allah (para walinya), memusuhi
orang yang memusuhi Allah, oleh karena itu sekuat-kuat urat nadi iman
adalah: cinta pada agama Allah dan benci pada apa-apa yang Allah benci.
Tanda tanda seseorang mencintai Syariat Allah.
1. Tunduk, berserah diri dan patuh kepada perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan perintah Rasul-Nya.
2. Menjadikan Al-Qurân dan Sunnah sebagai pedoman.
3. Mempelajari dan menuntut ilmu agamanya dengan giat melalui berbagai sarana
yang dibolehkan syari’at.
4. Mendahulukan/lebih mengutamakan perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya dari perintah selainnya.
5. Mengadakan pembelaan kepada Syariat Allah Subhanahu wa
Ta’ala ketika syariat tersebut dicaci, dihina, dan direndahkan oleh
manusia.
6. Bersegera kepada kebaikan yang diperintahkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
7. Menghormati dan memuliakan para ulama rahimahumullah ‘alihim
ajma’in.
8. Mencintai apa yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
membenci apa yang dibenci AllahTa’ala.
9. Cintanya didasari karena Allah ‘Azza wa Jalla dan benci
juga karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
10. Menghiasi diri dengan Akhlak yang mulia dan menjauhkan dirinya dari akhlak
tercela.
Adapun tanda-tanda
seseorang benci kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
kebalikan atau lawan dari tanda-tanda diatas.
6.
Berolok-olok terhadap syariat Allah.
Barang siapa yang berolok-olok tentang sesuatu yang berkenaan dengan agama
Islam, Rasulullahshallahu ‘alaihi wa sallam, pahala-Nya atau siksaan-Nya
maka sungguh dia telah kufur, inilah yang telah difirmankan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala dalam Al-Qurân yang artinya: “Katakanlah apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok. Tidak usah kamu
minta ma’af, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS.
at-Taubah: 65-66)
Ayat yang mulia diatas diturunkan berkenaan dengan perkataan orang-orang
munafik yang mencela Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan
sahabat-sahabatnya pada perang Tabuk dengan perkataannya yang kufur: “Kami
tidak melihat seperti mereka-mereka para qari (yang dimaksud adalah nabi dan
sahabat-sahabatnya) yang rakus dan pendusta-pendusta dan yang paling penakut
ketika bertemu dengan musuh.” Diantara sahabat ada yang tahu dengan kejadian tersebut
lalu dia mengkhabarkan hal itu kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu tiba-tiba mereka (orang-orang munafiq tadi) datang kepada
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf
dan mohon untuk diberi uzur sambil mengatakan: “Kami hanya bercanda dan
bersenda gurau dan tidak ada maksud kami untuk mencela dan berolok-olok.” Lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyangkal perkataan mereka
dan tidak menerima uzur mereka atas dusta mereka tersebut dengan firman-Nya:“Katakanlah
apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok dan tidak
ada ma’af bagimu sungguh kamu telah kafir sesudah beriman.”
Syaikh Abdurrahman Nasir as-Sa’di rahimahullah menyimpulkan
beberapa pelajaran dalam ayat diatas: “Sesungguhnya beristihza’ (berolok-olok)
dengan Allah dan Rasul-Nya adalah kufur dan salah satu hal yang akan
menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam, karena landasan agama Islam
dibina diatas pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
pengagungan kepada agama-Nya dan kepada Rasul-Nya, sehingga tatkala seorang
muslim beristihza’ (berolok-olok) kepada Allah ‘Azza wa Jalla,
terhadap agama-Nya dan Rasul-Nya maka ini adalah suatu pertanda bahwa
orang tersebut telah meruntuhkan dan meniadakan landasan dasar agama ini
sehingga pantaslah dia menjadi kufur dan bisa mengeluarkan pelakunya dari
ajaran Islam ini.
Contoh istihza’ yang sering terjadi di masyarakat seperti orang-orang yang
memperolok-olokkan saudaranya yang mengamalkan sunnah dengan mengatakan wahai
jenggot, wahai kambing, atau seperti orang yang memperolok-olokkan wanita yang
berhijab atau bercadar seperti dengan mengatakan ninja, kolot atau ketinggalan
zaman, atau berolok-olok terhadap dakwah yang mengajak kepada yang haq seperti
mengatakan dakwah salaf ini tidak relevan lagi, atau hanya mementingkan tauhid
dan mengenyampingkan yang lain.
Semua istihza’ (berolok-olok) dengan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, Rasul-Nya, atau sesuatu yang berkaitan dengan syariat Allah ‘Azza
wa Jalla, pada akhirnya akan membawa kepada kekufuran. Apapun tujuannya
tetap dihukum sama, apakah dia bercanda, atau serius, ataupun untuk menjadikan
bahan tertawaan, apakah istihza’ itu dilakukan dengan perkataan atau perbuatan,
atau dalam bentuk isyarat dan gerakan-gerakan.
Oleh karena itu hendaknya seorang muslim yang ingin memyelamatkan dirinya
dari azab Allah ‘Azza wa Jalla menjauhi perkara-perkara
diatas, dan mengagungkan syariat Allah Ta’ala ini dengan
ikhlas dan berserah diri.
7.
Sihir
Sihir adalah perbuatan kufur, sebagaimana Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: “Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca
oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidaklah kafir (tidak mengerjakan
sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang
malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami
hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir”. (QS.
al-Baqarah: 102)
Sesungguhnya sihir tidak akan memperoleh kemenangan sebagaimana firman
Allah Ta’ala: “Dan tidak akan mendapatkan kemenangan tukang
sihir dari mana saja mereka datang”. (QS. Thahaa: 69)
Segala sesuatu yang ada kaitannya dengan sihir seperti mengajarkannya,
mempelajarinya, atau menghilangkan sihir dengan sihir, hal tersebut adalah
kufur.
Contoh-contoh sihir :
§Sihir di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam: tongkat tukang sihir
Fir’aun menjadi ular.
§Sihir Mahabbah yaitu menyihir seseorang agar jatuh cinta kepadanya dengan
cara-cara perdukunan.
§Sihir perceraian suami-istri, yang berawal dari cinta, kemudian benci
sampai kepada perceraian.
§Sihir takhyil yaitu sesesorang mengkhayalkan dirinya berada pada suatu
tempat padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian.
§Sihir penyakit yaitu melalui sihir ini seseorang menderita penyakit yang
tidak kunjung-kunjung sembuh.
Setiap sihir ada kaitannya dengan jin, syetan dan
bintang-bintang. Gangguan sihir tersebut Insya Allah dapat dicegah melalui
zikir-zikir yang disyariatkan, baik dari al-Quran maupun Sunnah dan melalui
ibadah-ibadah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala fardhukan
dan juga menjauhi segala bentuk maksiat dan dosa.
8.
Mengadakan pembelaan (tolong-menolong)
dengan orang-orang musyrik
Sesungguhnya tolong menolong dengan orang musyrik dan membantu mereka untuk
memerangi kaum muslimin adalah diantara pembatal keislaman, inilah yang telah
dijelaskan oleh Allah Ta’aladalam firman-Nya: “Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan
nasrani sebagai penolong, sebagian mereka adalah penolong atas sebagiannya,
siapa diantara kalian yang menjadikan mereka sebagai penolong maka sesungguhnya
dia termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak akan menunjuki kaum yang
zalim.” (QS.al-Maidah: 51)
Hasil dari sifat seperti ini adalah membantu kaum musyrikin untuk
mengalahkan kaum muslimin, atau mengangkat bendera mereka, mengagung-agungkan
budaya mereka dan salut serta kagum terhadap mereka. Jelaslah bagi kita bahwa
hal-hal tersebut adalah perbuatan kufur yang wajib untuk kita jauhi.
9.
Bolehnya seseorang keluar dari aturan
syariat
Merupakan sesuatu yang qath’i (pasti), apabila manusia meyakini bahwa
sebagian manusia boleh bagi mereka untuk keluar dari aturan syariat yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala turunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka keyakinan seperti itu adalah kafir sesuai dengan firman Allah: “Barang
siapa yang mencari din (agama) selain dari Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang merugi.” (QS. ali Imran: 85)
Diantara contohya adalah seperti keyakinan sebagian kaum sufi terhadap
masyayikh (guru-guru) mereka yang bebas dari taklif untuk
mengamalkan syariat, bahkan boleh untuk meninggalkannya, atau tanpa merasa
berdosa dan bersalah ketika dia terjatuh kepada perbuatan haram, maka jelaslah
bahwa keyakinan seperti ini adalah salah satu bentuk kekufuran yang wajib kita
jauhi.
10. Berpaling dari syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala
Maksudnya adalah tidak mempelajari, tidak pula beramal dengannya
sebagaimana Allah Ta’alaberfirman: “Dan siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang diperingatkan dengan ayat-ayat Robb-Nya,
kemudian dia berpaling darinya ? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan
kepada orang-orang yang berbuat dosa.” (QS. As-Sajadah: 22)
Betapa banyak kita dapatkan pada hari ini kaum muslimin yang tidak peduli
sama sekali dengan agamanya, mereka menganggap remeh urusan agama dan
melecehkannya serta tidak mementingkan urusan akhirat dan hal inilah yang
menjadi penyebab mundurnya umat Islam yaitu saat dimana kita tidak mengerti
lagi dengan agama Islam.
Dan yang tidak termasuk berpaling dari syariat adalah kemalasan dalam
menuntut ilmu atau melalaikan sebagian kewajiban atau melalaikan sebagian yang
diharamkan, walaupun yang demikian itu mendapatkan dosa akan tetapi sesuai
dengan apa yang dia lakukan atau yang ia tinggalkan dan hal yang demikian
tidaklah mengeluarkan mereka dari Islam.
Penutup
Demikianlah sepuluh pembatal keislaman yang penting diketahui, dijauhi oleh
setiap individu muslim sehingga tidak terjebak oleh perkara-perkara yang akan
merusak dan membatalkan keislaman. Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala menunjuki hati kita dan setiap individu muslim, sehingga kita
tidak terjibak oleh perkara-perkara yang akan merusak dan membatalkan keislaman
kita. Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla menunjuki hati kita
dan memberikan taufiknya untuk menempuh jalan yang lurus dan diridhai oleh-Nya. Wallahu
a’lam
Faishal Abdurrahman, LC
Maraji’:
- Kitab al-Itman bi Syarhi al ‘Aqidatil Ashohihah wal
Qowaaidul Islam oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz wa Abdul
Aziz Fathi_mu Ibnu Sayyid ‘Iddun Nada