:::: MENU ::::

Informasi Bisnis dan Umum

ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak, namun menurut Survei Demografi Kesehatan tingkat pemberian ASI eksklusif telah menurun selama dekade terakhir. Hari ini, hanya sepertiga penduduk Indonesia secara eksklusif menyusui anak-anak mereka pada enam bulan pertama. Ada banyak hambatan untuk menyusui di Indonesia, termasuk anggota keluarga dan dokter yang tidak mendukung. Beberapa ibu juga takut menyusui akan menyakitkan dan tidak praktis, tapi salah satu kendala terbesar adalah kesalahpahaman dari istilah 'eksklusif'.
Di Aceh, misalnya, dengan jumlah stunting atau balita pendek tertinggi untuk anak-anak balita di Indonesia, kesadaran akan pentingnya ASI ada, tapi masalahnya berada pada pengertian "eksklusif.” Husnaini, serorang nenek, dulu selalu memberikan putrinya Zahiraa pisang dan madu ketika ia hanya berusia tiga bulan. Sekarang Zahira, 26, berkat dukungan bidan di Posyandu Gampong Nusa, Lhok Nga yang melampaui tugas mereka untuk mengkomunikasikan pesan ASI, persepsi nya akan menyusui telah berubah, dan kini, Kanza, putrinya yang berusia tiga bulan hanya menerima ASI. "Pemikiran saya berubah karena apa yang saya pelajari di Posyandu," kata Zahira.
Menyusui memberikan banyak manfaat. ASI adalah makanan ideal bagi bayi, menyediakan nutrisi yang mereka butuhkan untuk perkembangan yang sehat dan memberikan antibodi terhadap penyakit anak yang umum seperti diare dan pneumonia - dua penyebab utama kematian anak di negara ini. Tapi masih banyak perempuan dan anggota keluarga yang tidak menyadari manfaat ASI eksklusif. Perempuan masih harus memilah-milah mitos, informasi, dan pesan tentang menyusui.
"Mitos bahwa bayi yang diberi ASI membutuhkan air selain ASI tersebar luas di negeri ini. Banyak keluarga juga percaya susu formula dapat meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan kesehatan," jelas Sri Sukotjo, Spesialis Gizi UNICEF. "Makanan Pelengkap, termasuk air, seharusnya hanya diperkenalkan ketika mereka mencapai usia enam bulan," tambahnya.
Bidan Khairiyah juga menggemakan pesan yang sama "Ketika bayi menangis, ibu mengaitkannya dengan kelaparan, itu sebabnya mereka berpikir ASI tidak cukup, dan mereka mulai memberikan pisang terlalu dini," ujar Khairiyah. "Makanan pelengkap yang tepat dan aman hanya dapat diberikan setelah enam bulan dengan tetap menyusui hingga dua tahun atau lebih," tambahnya. Sekarang, sebagian besar perempuan di desa Nusa memilih untuk memberikan ASI eksklusif. "Tapi itu tidak mudah," jelas Khairiyah, yang merupakan bidan-satunya di desa. Awalnya orang di desa menolak untuk mendengarkan dia, terutama nenek yang menghargai kepercayaan tradisi dan budaya, tapi sekarang mereka memahami dan ibu muda seperti Zahira membantunya mempromosikan pemberian ASI di desa.
Upaya yang sukses untuk mempromosikan praktik pemberian makan yang baik harus fokus tidak hanya pada ibu tetapi pada orang-orang yang mempengaruhi keputusan seorang ibu, seperti ibu, ibu mertua, dan suaminya. "Apa yang sulit adalah meyakinkan ibu saya sendiri," kata Zahira. Tapi dia beruntung bahwa sebelum melahirkan anak pertamanya, Zahira dan ibunya berdiskusi dengan bidan di Puskesmas. Bidan Khairiyah yang mengajarinya bagaimana mengekspresikan air susu, dan menjelaskan kepada ibunya pentingnya ASI eksklusif.
UNICEF memuji langkah yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan angka menyusui, termasuk peraturan kesehatan baru yang melarang promosi pengganti ASI di fasilitas kesehatan, dan telah hak perempuan untuk menyusui yang telah di dukung oleh peraturan pemerintah. Hukum ini akan memungkinkan negara ini menciptakan lingkungan yang memberdayakan perempuan untuk menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama dan terus menyusui selama dua tahun atau lebih.


0 comments:

Posting Komentar