Setiap 2 Mei,
masyarakat Indonesia selalu ramai dengan perayaan hari pendidikan nasional.
Tanggal ini merujuk dari hari kelahiran R.M. Soewardi Soerjaningrat
atau yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara, 2 Mei 1989. Ia merupakan
pendiri perguruan Taman Siswa. Terlahir dari keturunan bangsawan dan keturunan
langsung Paku Alam ke-IV.
Tanggal 3
Juli 1922 ia mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.
Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti
namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat
dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa. Semboyan dalam sistem pendidikan
yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara
utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso,
tut wuri handayani. (“di
depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi
dorongan”). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat
Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.
Akan tetapi
yang patut di catat, jauh-jauh hari sebelum Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman
Siswa, seorang putra bangsa, yang juga sama-sama berasal dari Yogyakarta telah
memiliki inisiatif untuk melakukan perubahan melalui pendidikan. Adalah KH.
Ahmad Dahlan, ulama besar yang menjadi pendiri Muhammadiyah. Sebelum
Muhammadiyah berdiri, tepatnya 1 Desember 1911, KH.Ahmad Dahlan mendirikan
sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu
mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62
orang siswa yang belajar di sekolah itu. Tahun 1913, didirikan sekolah
Muhammadiyah di Karangkajen. Tahun 1915, didirikan sekolah di Lempuyangan,
Tahun 1916 didirikan sekolah Muhammadiyah di Lempuyangan, dan bergerak se-abad
lebih melintasi zaman, kini ribuan sekolah Muhammadiyah telah berdiri di
seluruh penjuru Indonesia, bahkan hingga ke manca negara. Dari perbandingan
usia, KH.Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah satu dekade lebih dulu
daripada Taman Siswa dalam berjuang mengentaskan kegelapan melalui pendidikan.
Selain
perbandingan usia, KH.Ahmad Dahlan melaui Muhammadiyah bila dibandingkan dengan
Taman Siswa jauh memiliki efek yang lebih besar. Sekolah-sekolah Muhammadiyah
telah menjangkau ke semua jenjang, melebar kesegala lapisan dan telah meluluskan
jutaan alumni. Bandingkan dengan Taman Siswa yang justru semakin hari semakin
kurang berkembang, data dari Kompas menyebutkan Pada Tahun 2012 jumlah sekolah
perguruan Taman Siswa tinggal 30 %nya saja, banyak sekolah yang gulung tikar.
Kiprah Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tentu tak ada yang meragukan.
Mengapa
kemudian KH.Ahmad Dahlan tidak ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan? pertanyaan
ini seolah menjadi sejarah hitam yang selalu membungkam eksistensti Tokoh-Tokoh
Islam. Seperti halnya mengapa kemudian Kartini yang ditetapkan sebagai tokoh
rujukan kaum perempuan? padahal banyak tokoh-tokoh perempuan lain, khususnya
yang memiliki identitas Islam lebih kuat, seperti Rasuna Said, Nyi Walidah, Cut
Nyak Dien yang tak kalah hebatnya. Sekali lagi, sejarah selalu diciptakan
oleh para pemenang, mereka yang berkuasa, walaupun begitu kita tidak akan
pernah lupa dengan jasa KH. Ahmad Dahlan, Bapak pendidikan yang sesungguhnya.
0 comments:
Posting Komentar