Sejak awal isu pemberantasan korupsi
menjadi salah satu isu yang teramai di situs Change.org. Dari Cicak vs. Buaya
hingga #PapaMintaSaham; jelas bahwa netizen sangat memperhatikan dan
mempedulikan isu ini.
Karena itu, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi
2015, Change.org mengirim survei kepada seluruh pengguna Change.org,
pendapat mereka tentang pemberantasan korupsi.
10 pertanyaan tersebut meliputi
korupsi di lembaga pemerintahan, peran KPK, dan kebebasan mengkritik perilaku
korupstif. Dalam waktu 24 jam, lebih dari 40 ribu orang berpartisipasi. 64%
pengguna mengisi angket menggunakan ponsel.
*Pengolahan dan visualisasi data
dibantu oleh Public
Virtue Institute.
PERSEPSI UMUM SITUASI KORUPSI
Angket dimulai dengan pertanyaan yang
cukup umum, yaitu apakah korupsi merupakan masalah utama di Indonesia atau
tidak. Hasilnya tidak mengejutkan. 94% menyatakan memang korupsi masalah utama,
dan hanya 0,28% yang menganggap korupsi bukan masalah.
LEMBAGA TERKORUP
Saat ditanya, lembaga-lembaga apa
saja yang menurut responden memiliki masalah korupsi terbesar, jawaban paling
banyak (hampir 50%) adalah DPR. Diikuti dengan DPRD/DPD dengan 14,6%, dan
pemerintahan daerah dan kepalanya sebanyak 10,6%. Dilanjutkan dengan kepolisian
dan partai politik yang masing-masing hampir 10%. Sedangkan Presiden, Wapres,
dan Kabinetnya hanya dipilih oleh 3,99% responden.
MANA YANG BISA DIANDALKAN, MANA YANG
TIDAK?
Kredibilitas penegak hukum
pemberantas korupsi juga ditanyakan. Dari 3 lembaga, yang paling dapat
diandalkan oleh responden adalah KPK dengan nilai 7,7 dari 10. Sedangkan
Kejaksaan mendapatkan nilai 4,8 dan posisi terendah oleh kepolisian dengan
angka 4,2.
PERAN KPK : PENCEGAHAN, PENINDAKAN,
ATAU DUA-DUANYA?
Isu pemberantasan korupsi tidak bisa
lepas dari KPK. Petisi-petisi di situs Change.org meliputi kasus simulator SIM,
revisi KUHAP/KUHP, kriminalisasi Novel Baswedan dan pimpinan KPK lainnya,
hingga revisi UU KPK.
Lalu bagaimana pandangan netizen
terhadap peran seharusnya oleh KPK? Hampir semua responden (94,2%) sepakat
bahwa peran KPK harus kedua-duanya: pencegahan dan penindakan. Sedangkan hanya
di bawah 1% yang menilai KPK hanya berperan di pencegahan.
MEMBERANTAS KORUPSI, MENGKRITIK
PEJABAT KORUP : AMANKAH?
Dengan beberapa upaya kriminalisasi
penegak hukum maupun pegiat anti korupsi, menggunakan undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) maupun lainnya; kami bertanya apakah
responden merasa bebas dalam mengkritisi perilaku koruptif. Lebih dari separuh
responden (55,8%) merasa tidak bebas.
Saat ditanya apa yang dikhawatirkan
dalam mengkritik pejabat atau perusahaan koruptif, sebagian besar (75,2%)
khawatir akan dikriminalisasi, 62% khawatir atas intimidasi fisik dan teror,
dan 20% khawatir atas intimidasi/diserang lewat media sosial.
TANTANGAN DAN PENYELESAIAN.
Jawaban-jawaban di atas konsisten
dengan pendapat netizen soal tantangan dan penyelesaian masalah pemberantasan
korupsi di Indonesia.
Apa yang menjadi hambatan terbesar
pemberantasan korupsi? Responden menjawab dengan cukup rata. 43% menjawab
kriminalisasi, 40% menjawab pelemahan terhadap KPK, 37% menganggap transparansi
partai politiklah yang menjadi hambatan, diikuti dengan kurangnya pendidikan
anti-korupsi (32,4%) dan kurangnya wewenang dan sumber daya KPK (32,2%).
Kecenderungan ini bisa jadi
disebabkan karena tingginya jumlah angka kriminimalisasi terhadap anggota KPK
dan pendukung KPK.
Sedangkan penyelesaian yang paling
banyak dipilih responden adalah peningkatan hukuman bagi koruptor, sebanyak
71,3%. Diikuti oleh transparansi pemerintahan (58,8%), peningkatan kerjasama
penegak hukum (54,6%), dan penguatan KPK (52,9%).
Data ini mungkin menunjukkan
keberatan netizen saat melihat ringannya hukuman dan “cepat- bebas”nya para
koruptor, serta upaya-upaya yang dinilai melemahkan KPK.
KESIMPULAN
Korupsi tetap menduduki peringkat
teratas sebagai masalah negara dalam perspektif netizen. Masalah ini dilihat
terutama pada badan legislatif, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat.
KPK masih merupakan penegak hukum
yang dinilai paling kredibel dalam pemberantasan korupsi dibandingkan kejaksaan
dan kepolisian. Itu pula yang membuat netizen percaya bahwa peran KPK tidak
bisa hanya pencegahan, namun harus juga meliputi penindakan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, penangkapan).
Upaya kriminalisasi pegiat
anti-korupsi juga menciptakan “chilling effect” atau kekhawatiran bagi netizen
yang ingin bersuara melawan koruptor. Hal tersebut juga dianggap sebagai
hambatan terbesar dari pemberantasan korupsi. Netizen melihat bahwa peningkatan
hukuman bagi para koruptor sebagai suatu yang yang sangat penting dalam
pemberantasan korupsi.
Infografis dapat dilihat di www.virtue.or.id/infografisHAK
0 comments:
Posting Komentar