:::: MENU ::::

Informasi Bisnis dan Umum

Menjelang hari Raya Idul Adha yang jatuh pada Senin (12/8), pada Hari Raya Idul Adha turut dilakukan pemotongan hewan Qurban, baik itu lembu, domba, maupun kambing. Beberapa permasalahan dalam ibadah Qurban kerap muncul dan menjadi perdebatan di masyarakat.
Salah satunya yaitu terkait dengan apakah berkurban pada Hari Raya Idul Adha kurang afdol jika yang berkurban belum melaksanakan aqiqah?
Seperti dijelaskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dikutip dalam Kumpulan-Kumpulan Fatwa Tarjih tentang Berbagai Permasalahan dalam Ibadah Qurban diungkapkan bahwa masalah qurban pada hari raya dan aqiqah adalah dua hal yang berbeda.
Qurban disyari’atkan Allah sebagai peringatan dari sebuah fenomena ketaatan hamba Allah, Ibrahim dan Ismail, sedangkan aqiqah disyari’atkan berkenaan dengan kelahiran anak, karena anak dipandang sebagai rungguhan maka harus ditebus dengan penyembelihan binatang.
Perbedaan lainnya adalah dari segi waktu, qurban dilaksanakan setiap tahun pada hari raya Haji, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari setiap kelahiran anak, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Al Bukhari-Muslim dan yang lain dari Samurah bin Jundub.
Dari segi hukum, qurban hukumnya sunah muakkadah bagi yang mampu. Aqiqah hukumnya juga sunah muakkadah sekalipun orang tua si anak dalam keadaan kurang mampu. Dalam berqurban boleh secara rombongan khususnya bagi yang berqurban dengan onta atau lembu yaitu satu lembu untuk tujuh orang, tidak demikian halnya dalam aqiqah.
Mengenai afdol tidaknya bagi yang berqurban sebelum melaksanakan aqiqah, memang tidak ada dalil yang secara khusus membicarakan masalah ini. Namun boleh jadi orang yang mengatakan kurang afdol karena memandang aqiqah adalah tebusan bagi anak yang dianggap sebagai rungguhan, jika belum ditebus si anak tidak bisa memberikan syafaat kepada orang tuanya di akhirat nanti.
Namun yang perlu dipertanyakan adalah adakah aqiqah itu tidak punya batas waktu? Sebab jika mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari-Muslim dari Samurah bin Jundub, waktu pelaksanaan aqiqah itu pada hari ketujuh dari saat kelahiran anak.
Ada hadis yang lain yang menyebutkan mengenai waktu pelaksanaan aqiqah selain hari ketujuh, tetapi hadis tersebut dinilai daif. Apabila ini yang dipegangi maka penyembelihan binatang, karena kelahiran anak di luar masa itu tidak disebut aqiqah tetapi tasyakuran biasa.
Jika demikian, apabila dilihat dari cakupan manfaatnya, udhiyah (qurban) jangkauannya lebih luas, karena disyari’atkan untuk dibagikan kepada fakir miskin (bisa di luar daerah domisili orang yang qurban) di samping tetangga dekat dan sahibul qurban sendiri.
Sementara tasyakuran yang berkaitan dengan kelahiran anak (di luar waktu aqiqah) jangkauannya hanya kerabat dan tetangga dekat. Dari sudut pandang ini udhiyah lebih afdol, meskipun sahibul qurban belum melaksanakan tasyakuran karena kelahiran anaknya atau kelahirannya sendiri.
Apabila memahami waktu pelaksanaan aqiqah itu terbatas pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sehingga hukum aqiqah yang sunah muakkadah itu jika dilaksanakan di luar waktu yang ditentukan hukumnya menjadi sunah biasa karena tidak lagi disebut aqiqah, tetapi tasyakuran. Dengan demikian dari segi hukum, udhiyah yang sunnah muakkadah kedudukannya lebih kuat dari sunah biasa.


1 komentar: