Aby Zen &
Umy Windy - Hanya sebuah coretan kecil di kertas yang menandakan dirinya Islam,
tapi kebanyakan orang Indonesia merasa dirinya Islam akan tetapi perjalanan
hidupnya,kelakuan hidupnya sehari-hari tidak pernah menandakan bahwasannya
dirinya Islam.
Banyak
kelakuan negatif sepertihalnya bentrokan, tauran, membunuh dan lain-lain. Tapi
di balik itu orang yang melakukannya adalah orang yang memegang KTP dengan
Agama Islam? Mengapa seperti ini?.
Jika
kita masuk Islam atau sudah menganut Islam sejak lama, maka prinsip yang harus
dipegang adalah masuklah Islam secara kesuluruhan, jangan hanya sekedar membawa
status Islam di KTP, shalat tidak pernah dijalani, juga masih terus
melanggengkan tradisi syirik, misalnya.
Allah Ta’ala memerintahkan
kepada kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaaffah sebagaimana disebutkan
dalam ayat,
“Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208).
Ayat
ini menerangkan -kata Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya- perintah pada para
hamba Allah yang beriman yang membenarkan risalah Rasul-Nya untuk mengambil (mengamalkan)
seluruh ajaran Islam semampunya, termasuk menjalankan setiap perintah dan
menjauhi setiap larangan.
Yang
dimaksud ‘udkhulu fis silmi’, masuklah dalam Islam. Demikian kata Al ‘Aufi dari
Ibnu ‘Abbas dan lainnya. Sedangkan Robi’ bin Anas katakan bahwa maksudnya
adalah laksanakanlah ketaatan.
Adapun
maksud ‘kaaffah’ dalam ayat tersebut -sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
‘Abbas dan selainnya-‘ adalah keseluruhan. Mujahid mengatakan, “Lakukanlah
seluruh amalan dan berbagai bentuk kebajikan.” Ibnu Katsir menegaskan bahwa
maknanya adalah lakukan seluruh ajaran Islam, yaitu berbagai cabang iman dan
berbagai macam syari’at Islam.
Ibnu
‘Abbas juga mengatakan mengenai ayat tersebut,
“Masuklah dalam syai’at Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, jangan tinggalkan ajarannya
sedikit pun, maka itu sudah mencukupkan kalian dari Taurat dan ajaran di
dalamnya.”
‘Ikrimah
mengatakan bahwa ayat di atas itu turun pada segolongan orang yang baru masuk
Islam dari kalangan Yahudi dan lainnya. Mereka adalah seperti ‘Abdullah bin
Salaam, Tsa’labah, Asad bin ‘Ubaid di mana mereka meminta izin kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibolehkan membaca
taurat di malam hari, maka Allah memerintahkan untuk menyibukkan diri dalam
menjalankan syari’at Islam saja sehingga bisa melupakan ajaran yang lainnya.
Keterangan ini dan sebelumnya disarikan dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya
Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat yang kita kaji.
Ketika
menjelaskan ayat di atas, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di rahimahullah berkata, “Laksanakanlah seluruh ajaran Islam,
jangan tinggalkan ajaran Islam yang ada. Jangan sampai menjadikan hawa nafsu
sebagai tuan yang dituruti. Artinya, jika suatu ajaran bersesuaian dengan hawa
nafsu, barulah dilaksanakan dan jika tidak, maka ditinggalkan,. Yang mesti
dilakukan adalah hawa nafsu yang tunduk pada ajaran syari’at dan melakukan
ajaran kebaikan sesuai kemampuan. Jika tidak mampu menggapai kebaikan tersebut,
maka dengan niatan saja sudah bisa mendapatkan pahala kebaikan.” LihatTaisir Al
Karimir Rahman karya Syaikh As Sa’di tentang tafsiran ayat di atas.
Pelajaran
dari ayat di atas, jika syari’at Islam memerintahkan untuk meninggalkan ajaran
dan tradisi syirik, maka kitasami’na wa atho’na. Jangan karena alasan
mempertahankan budaya, akhirnya tradisi yang dimurkai Allah tersebut terus
dilariskan, seperti kita lihat saat ini masih saja laris manis tradisi ruwatan,
sedekah laut, minta keberkahan dengan menggantung jimat dan lainnya yang
dijalankan oleh orang yang ‘ngaku Islam’.
Jika
Islam memerintahkan untuk melaksanakan ibadah badan yang mulia seperti shalat
dan puasa, maka kita terus berusaha menjaganya. Jika ajaran Islam memerintahkan
kita bersedekah yang wajib dengan zakat pada harta kita, maka kita pun manut
dan menjalankannya, tanpa ada rasa kikir dan pelit.
Juga
ketika Islam memerintahkan beribadah harus sesuai dengan tuntunan Rasul
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka ikutilah, jangan membuat ajaran yang
tidak ada tuntunan, atau malah sering berdalil, “Yang penting niatannya baik“.
Padahal yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah dan Rasul-Nya.
Jadi berprinsiplah dalam beribadah harus dengan ‘dalil’..
Begitu
pula ketika ajaran Islam memerintahkan untuk berlepas diri dari ajaran orang
kafir yang berkaitan dengan perayaan mereka, maka kita pun tidak boleh
menghadiri, memeriahkan atau sekedar mengucapkan selamat.
Oleh
karenanya, jangan jadi Islam yang separuh-paruh, alias Islam KTP. Masuklah
Islam secara kaaffah, dengan menjalankan seluruh syari’at Islam.
0 comments:
Posting Komentar