:::: MENU ::::

Informasi Bisnis dan Umum

Menjadi Guru adalah profesi terbaik yang ada di dunia ini, keberadaannya menyebarkan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan oleh manusia sebagai bekal mengarungi kehidupan dan sebagai penyelamat dari murkanya sang pencipta alam semesta. Namun saat ini, keberadaan guru di geser dengan adanya kesenjangan antara Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan Guru Honorer. Entah dimulainya sejak kapan, yang pasti sudah mengakar kuat di lingkungan lembaga-lembaga sekolah. Menjadi Guru Honorer adalah pejuang yang keringatnya di lirik sebelah mata oleh sebagian pihak, bahkan sering kali diremehkan karena pendapatan (gaji) yang tidak seberapa, apalagi dibandingkan dengan pekerja kantoran, karyawan swasta, pegawai pemerintah, dan pegawai BUMN.
Jika masih lajang, biasanya calon mertua bertanya “Kerjanya apa?” Ngehonor Pak / Bu di sekolah A, jawab dengan lembut. Besoknya sang mertua menasihati putrinya, “Nak, jangan menikah sama si A ya!” Kerjanya aja ngehonor,” Berapa sih gaji guru honorer”, Paling 100-200 ribu per bulan”. Hiks...hiks....hiks.... Tangis sang putri.
Sepenggal kisah nyata di lingkungan masyarakat perkotaan. Ingatlah para bapak atau ibu.
Guru itu sangat mulia, apa yang diajarkan kepada anak didiknya akan menjadi ladang pahala selama-lamanya sampai berjuta-juta tahun ke depan, selama ilmu itu diamalkan oleh anak didiknya.
Guru itu sangat istimewa, keberadaannya menjadi tolak ukur maju mundurnya sebuah bangsa atau negara.
Guru itu luar biasa, menjadi panutan di masyarakat, perkataannya menjadi penawar bagi yang sedang gelisah hatinya dan murkanya menjadi cambuk yang menyakitkan.
Guru itu lah pencetak para pejabat Pemerintah.
Guru itu penanam pertama yang mengenalkan pengetahuan umum, agama, sosial, dan ragam bahasa.

Berpuluh-puluh tahun mengabdi di sebuah lembaga sekolah, tiap tahun berharap diangkat jadi PNS, namun murid yang dulu pernah diajar sekarang jadi pejabat, enggan atau lupa sama guru tercintanya yang masih honorer.

0 comments:

Posting Komentar