Dengan pertimbangan bahwa kekerasan
seksual terhadap anak semakin meningkat secara signifikan yang mengancam dan
membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak,
serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman, keamanan, dan ketertiban
masyarakat, pemerintah memandang sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu
mencegah secara komprehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
Pemerintah memandang perlu segera
mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Atas dasar pertimbangan itu,
Presiden Joko Widodo pada 26 Mei 2016 telah menandatangani Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Perubahan yang dilakukan dalam
Perppu ini adalah pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, sehingga berbunyi
:
1. Setiap orang
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D (setiap orang
dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
2. Ketentuan
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain;
3. Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua,
wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik,
tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan
oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
4. Selain
terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D;
5. Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih
dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular,
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10
(sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;
6. Selain
dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku;
7. Terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa
kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik;
8. Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan;
9. Pidana
tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Selain itu, di antara Pasal 81 dan
Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 81A yang berbunyi sebagai
berikut :
1. Tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) (dikenai pidana tambahan berupa
pengumuman identitas pelaku) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok;
2. Pelaksanaan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala
oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum,
sosial, dan kesehatan;
3. Pelaksanaan
kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi;
4. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu ketentuan Pasal 82 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap orang
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E (setiap orang
dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul) dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
2. Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua,
wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik,
tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan
oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
3. Selain
terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E;
4. Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih
dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular,
terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia,
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);
5. Selain
dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4),
pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku;
6. Terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai
tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik;
7. Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok
dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan;
8. Pidana
tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Di antara Pasal 82 dan Pasal 83,
menurut Perppu ini, disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 82A yang berbunyi
sebagai berikut :
1. Tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) (dilaksanakan selama dan/atau
setelah terpidana menjalani pidana pokok;
2. Pelaksanaan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala
oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum,
sosial, dan kesehatan;
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
“Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Perpu
yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 25
Mei 2016 itu.
0 comments:
Posting Komentar