Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI
menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pakar ekonomi, Kamis
(4/2/16) rapat ini membahas tentang melonjaknya utang dan skema pembiayaan
menuju perubahan APBN 2016. Pakar ekonomi yang dihadirkan dalam RDPU ini adalah
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Anggito Abimanyu dan ekonom dari IPB Noer
Azam Achsani.
Bersama pakar ekonomi, anggota
Banggar mencari solusi dari permasalahan utang pemerintah. Dalam RDPU yang
diselenggarakan di Ruang Rapat Banggar Gedung Nusantara II ini ditemukan fakta
terjadi, pendapatan negara tidak
sebanding dengan pengeluarannya, artinya ada ketimpangan di dalamnya.
Sehingga untuk menutupi pengeluaran tersebut pemerintah sulit menghindar dari
utang.
Anggota Banggar DPR Hamka Baco Kady
menyarankan jika pemerintah tidak bisa menghindar dari utang negara maka
sebaiknya memperioritaskan utang untuk belanja modal, bukan justru utang dalam
belanja barang. Hamka pun mengeluhkan dalam kurun waktu 2015 pemerintah malah
mengambil tindakan yang tidak strategis dalam hal ekonomi, pemerintah lebih
banyak berutang untuk memenuhi belanja barang.
"Tapi
utang harus belanja modal bukan belanja barang. Namun dalam 2015 lebih banyak
belanja barang," keluh anggota dewan dari daerah pemilihan Sulawesi
Selatan I.
Saat diskusi juga disinggung tentang
kebijakan pemerintah yang telah menyiapkan utang negara sekitar Rp 63 triliyun.
Uang sebanyak ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur pada
awal 2016. Sumber dana berasal dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) atau
obligasi berbentuk valuta asing US$ 3,5 miliar atau Rp 48 triliun dan matang
uang domestik senilai Rp 14 triliun.
Hamka juga mengungkapkan, bahwa
dalam postur APBN pengeluaran negara banyak yang bersifat mandatoris, sudah
memiliki pijakan undang-undang yang cukup kuat sehingga sulit untuk digugat.
Dia melanjutkan, untuk menghadapi permasalahan ini, politisi dari Fraksi Partai
Golongan Karya menganjurkan kepada pemerintah untuk berpikir kretif agar
pemasukan keuangan negara bisa proporsional dengan pengeluaraanya.
"Sementara pendapatan dan
penerimaan negara tidak proporsional. Saya menyarankan, pemerintah harus
berpikir untuk mendapatkan penerimaan selain pajak, karena kue akan dibagi ke
pada banyak sektor," ujar Hamka.
Kebijakan pre-funding atau utang
lebih awal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016 yakni menerbitkan SUN pada akhir 2015.
Tujuannya, untuk menjamin ketersediaan pendanaan pada awal tahun anggaran 2016.
RDPU yang dipimpin oleh Ketua
Banggar Kahar Muzakir ini juga juga membahas bagaimanan merumuskan strategi
kebijakan agar pemerintah mampu meningkatkan pendapatan negara, baik itu
pendapatan dari sektor pajak dan sektor lainnya yang potensial.
Dalam rapat ini kedua pakar ekonomi
mengungkapkan bahwa total utang pemerintah dan swasta, sesuai dengan data Bank
Indonesia menunjukkan posisi utang luar negeri Indonesia pada semester pertama
tahun lalu sebesar US$ 303,7 miliar.
Dari jumlah tersebut, utang luar negeri sektor swasta paling banyak, yakni US$
169,2 miliar atau 55,7 persen dari seluruh pinjaman. Adapun sisanya, US$ 134,5
miliar, merupakan pinjaman sektor publik.
0 comments:
Posting Komentar