Dalam pembahasan
pengertian sejarah peradaban Islam ini, terdapat tiga konsep utama yang perlu
di jelaskan terlebih dahulu, yaitu: “sejarah”, “peradaban”, dan “Islam”. Ketiga
konsep tersebut pada gilirannya perlu dipahami sebagai suatu kesatuan konsep “sejarah
dan peradaban Islam”.
1. Pengertian Sejarah
Secara etimologis
pengertian sejarah dapat ditelusuri dari asal kata sejarah yang sering
dikatakan berasal dari kata arab “syajarah”, artinya “pohon kehidupan”. Yang
mana dalam bahasa Inggris disebut “history”, sebuah kata yang lebih popular
untuk menyebut sejarah sebagai ilmu pengetahuan.
Adapun Definisi sejarah
menurut pendapat beberapa ahli yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Ibnu Khaldun.
Sejarah adalah catatan
tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-perubahan
yang terjadi pada watak-watak masyarakat itu, seperti keliaran, keramah tamahan
dan solidaritet golongan, tentang revolusi-revolusi dan
pemberontakan-pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain
dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat
bermacam-macam, tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk
mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan
dan pertukangan, dan padau mumnya tentang segala perubahan yang terjadi kedalam
masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri
b. Menurut Bauer
Sejarah ialah suatu ilmu
pengetahuan yang berikhtiar untuk melukiskan dan dengan penglihatan yang
simpatik menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadi perubahan karena
adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya. Melihat dampaknya pada
masa-masa berikutnya atau yang berhubungan dengan kualitas mereka yang khas dan
berkonsentrasi pada perubahan-perubahan yang temporerdan di dalam hubungan
terhadap yang tidak dapat diproduksi kembali.
c. Menurut Zidi Gazalba
Sejarah adalah gambaran
masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun
secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta tersebut dengan tafsiran dan
penjelasan yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang telah berlalu
itu.
d. Menurut Brenheim
Sejarah adalah ilmu yang
menyelidiki dan menceritakan fakta-fakta di dalam waktu temporer dan di dalam
hubungan dengan perkembangan umat manusia dalam aktifitas mereka (baikindividu
maupun kolektif) sebagai makhluk sosial di dalam hubungan sebab akibat.
Sejarah memiliki dua
konsep. Konsep pertama, sejarah dengan pengertiannya (serangkaian peristiwa
masa lampau) yang dapat memberikan pemahaman akan arti obyektif tentang masa
lampau, adapun konsep kedua, (keseluruhan pengalaman manusia), yaitu sejarah
menunjukkan maknanya yang subyektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah
kisah atau cerita.
Adapun Karakteristik
sejarah dapat dilihat dalam tiga orientasi yang saling berhubungan. pertama,
sejarah merupakan pengetahuan mengetahui kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa
dan keadaan-keadaan manusia di masa lampau dengan kaitannya dengan
keadaan-keadaan masa kini.Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang
hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui
penyelidikan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau itu. Ketiga,
sejarah sebagai falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan tentang
perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan
ilmu tentang proses suatu masyarakat.
Sejarah yang memiliki
karakteristik dan sebagai ilmu pengetahuan pasti mempunyai kegunaan. Diantara
kegunaannya antara lain: pertama, untuk kelestarian identitas kelompok dan
memperkuat daya kelompok itu. Kedua, sejarah berguna sebagai pengambilan
pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau. Ketiga, sejarah
berfungsi sebagi sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
2. Peradaban
Pengertian pearadaban
dalam bahasa Indonesia, kata peradaban sering kali dipahami sama artinya dengan
kebudayaan. Akan tetapi dalam bahasa inggris terdapat perbedaan pengertian
antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan
culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam bahasaarab, dibedakan antara kata
tsaqafah (kebudayaan), kata nadlarah (kemajuan), dan kata tamaddun (peradaban),
bahkan dalam bahasa melayu istilah tamaddun dimaksudkan untuk menyebut
keduanya. Peradaban dapatdiartikan menjadi dua: (1) proses menjadi berkeadaban,
dan (2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
3. Pengertian Sejarah
Peradaban Islam
Dalam bahasa indonesia,
kata peradaban seringkali dipahami sama artinya dengan kebudayaan. Akan tetapi
dalam Bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah
tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban dan culture untuk
kebudayaan. Demikian pula dalam Bahasa Arab, berbeda pula antara kata tsaqafah
(kebudayaan), dan hadlarahtamaddun(peradaban), bahkan dalam bahasa Melayu
istilah tamaddun dimaksudkan (kemajuan), dan kata untuk menyebut keduanya. Hal
seperti ini tidaklah menunjukkan perbedaan dari segi makna, Seperti yang
dikatakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa peradaban adalah “sekumpulan dari
bentuk-bentuk kemajuan, baik yang berupa kemajuan bendawi, ilmu pengetahuan,
seni, sastra, maupun sosial, yang terdapat pada suatu masyarakat atau pada
masyarakat yang serupa”.
Islam merupakan sistem
keyakinan dan kepercayaan serta aturan yang mengatur manusia dengan tuhannya
dan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya, maka makna
peradaban Islam dibagi dalam tiga pengertiannya, pertama, kemajuan dan tingkat
kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam, mulai dari
periode nabi Muhammad saw. sampai perkembangan kekuasaan Islam sekarang. Kedua,
hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesustraan, ilmu
pengetahuan, dan kesenian. Ketiga, kemajuan Islam atau kekuasaan Islam berperan
melindungi pandangan hidup Islam.
Menurut A. R. Gibb, bahwa
Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, Ia adalah peradaban yang sempurna.
Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama
Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban
Islam.
Periodisasi peradaban
Islam merupakan ciri bagi ilmu sejarah yang mengkaji peristiwa dalam konteks
waktu dan tempat dengan tolok ukur yang bermacam-macam. Secara umum sejarah
peradaban Islam, terbagi menjadi sepuluh periodisasi antara lain:
a. Periode Nabi Muhammad
dan kebangkitan islam (571-632 M)
b. Periode Khulafa
al-Rosyidin (632-661 M)
c. Zaman Bani Ummayyah
(661-749 M)
d. Zaman Abbasiyah I
(750-847 M)
e. Zaman Abbasiyah II
(847-1055 M)
f. Zaman Abbasiyah
terakhir (1055-1258 M)
g. Timur tengah setelah
baghdad jatuh (1258-1520 M)
h. Timur tengah sampai
abad -18 (1520-1800 M)
i. Timur tengah pada abad
-19 dan ke-20 sampai perang dunia 1 (1798-1914 M)
j. Dunia islam sejak
perang dunia 1 (1914-1968 M)
Menurut Prof. DR. H. N.
Shiddiqi, ada beberapa pendapat yaitu: Tolak ukurnya adalah padasystem politik,
hal ini biasanya digunakan pada sejarah konvensional, persoalan ekonomi
(maju-mundurnya ekonomi) dalam sebuah negara, pada tingkat peradaban dan kebudayaan
suatu bangsa, pada masuk dan berkembangnya suatu agama.
Menurut A. Hasymy (1978),
periodisasi sejarah perkembangan Islam adalah sebagai berikut:
1) Permulaan Islam (610
-661 M)
2) Daulah Ammawiyah
(661-750M)
3) Daulah Abbasiah I
(750-847 M)
4) Daulah Abbasiah II
(847-946M)
5) Daulah Abbasiah III
(946-1075M)
6) Daulah Mughal
(1261-1520M)
7) Daulah Mughal
(1520-1801M)
8) Daulah Utsmaniah
(1801-Sekarang)
Sedangkan menurut A.
Hasymy, Harun Nasution (1975) dan Naurou zaman shidiqi (1986) membagi sejarah
Islam menjadi tiga periode yaitu sebagai berikut :
a) Periode Klasik
(650-1250 M)
b) Periode pertengahan
(1250-1800 M)
c) Periode Moderen (1800
M-Sekarang)
B. Pandangan Barat
Terhadap Kebudayaan dan Peradaban Islam
1. Kebudayaan
a. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward
B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan
menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
b. Unsur-unsur kebudayaan
Ada beberapa pendapat
ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain
sebagai berikut:
Melville J. Herskovits
menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi,
sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik .
Bronislaw Malinowski
mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: sistem norma yang memungkinkan
kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya organisasi ekonomi. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau
petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik).
2. Kebudayaan Islam
Secara umum arti
kebudayaan yang sebenarnya ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan
tenaga lahir manusia, ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga
lahir manusia ataupun hasil daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir
manusia. Apa yang dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran)
dengan tenaga lahir ialah apa yang difikirkan oleh manusia itu terus dibuat dan
dilaksanakan. Apa yang difikirkannya itu dilahirkan dalam bentuk sikap. Maka
hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan.
Jadi kalau begitu,
seluruh kemajuan baik yang lahir ataupun yang batin walau dibidang apapun,
dianggap kebudayaan. Sebab hasil daripada daya pemikiran dan daya usaha tenaga
lahir manusia akan tercetuslah soal-soal politik, pendidikan, ekonomi, sastra
dan seni, pembangunan dan kemajuan-kemajuan lainnya.
Dan kalau begitu
pengertian kebudayaan maka agama-agama diluar Islam juga bisa dianggap
kebudayaan. Ini adalah karena agama-agama seperti Budha, Hindu, Kristen (yang
telah banyak diubah-ubah) itu lahir hasil dari pemikiran (ide-ide) manusia. Ia
adalah ciptaan akal manusia.
Sebaliknya agama Islam
tidak bisa dianggap kebudayaan sebab ia bukan hasil daripada pemikiran dan
ciptaan manusia, bukan hasil budi dan daya (tenaga lahir) manusia. Agama Islam
adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT.
Oleh sebab itu siapa yang
mengatakan bahwa agama Islam itu kebudayaan maka dia telah melakukan satu
kesalahan yang besar dan bisa jatuh murtad, karena dia telah mengatakan satu
perkara mungkar, yang tidak seyogyanya disebut. Oleh karena itu, hendaklah kita
berhati-hati. Begitu banyak sekali ahli kebudayaan pada masa ini menyuarakan
dengan lantang bahwa Islam adalah kebudayaan dengan alasan bahwa ia adalah cara
hidup atau 'way of life' . AgamaIslam adalah bukan kebudayaan, sebab ia bukan
hasil daripada tenaga fikiran dan tenaga lahir manusia.
Agama Islam adalah wahyu
dari Allah swt. yang disampaikan kepada Rasulullah saw.yang mengandung
peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Tetapi agama-agama diluar Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama
tersebut adalah hasil ciptaan manusia daripada daya pemikiran mereka, daripada
khayalan dan angan-angan.
Seperti sudah kita lihat,
keluhuran hidup Muhammad adalah hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh
yang pernah dicapai oleh umat manusia. Hidup yang penuh dengan teladan yang
luhur dan indah bagi setiap insan yang sudah mendapat bimbingan hati nurani,
yang hendak berusaha mencapai kodrat manusia yang lebih sempurna dengan jalan
iman dan perbuatan yang baik. Dimana pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran
dalam hidup seperti yang terdapat dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup
sebelum kerasulannya sudah menjadi suri teladan pula sebagai lambang kejujuran,
lambang harga diri dan tempat kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa
kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk kebenaran, dan
untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu pengorbanan yang sudah
berkali-kali menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi, bujukan masyarakatnya
sendiri pun yang dalam gengsi dan keturunan ia sederajat dengan mereka yang
baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan lain mereka tidak dapat
merintanginya.
Namun begitu walaupun
agama Islam itu bukan kebudayaan tetapi ia sangat mendorong (bahkan turut
mengatur) penganutnya berkebudayaan. Islam bukan kebudayaan tapi mendorong
manusia berkebudayaan. Islam mendorong berkebudayaan dalam berfikir,
berekonomi, berpolitik, bergaul, bermasyarakat, berpendidikan, menyusun rumah
tangga dan lain-lain. Jadi, sekali lagi dikatakan, agama Islam itu bukan
kebudayaan, tapi mendorong manusia berkebudayaan. Oleh karena itu seluruh
kemajuan lahir dan batin itu adalah kebudayaan maka dengan kata-kata lain,
Islam mendorong umatnya berkemajuan.
3. Pandangan Barat
Terhadap Kebudayaan dan Peradaban Islam
Islam merupakan agama
resmi 52 negara dunia dan dari segi universalitas tidak terbatas pada wilayah
geografi tertentu. Islam bukan sebuah agama yang hanya terbatas pada teori ,
tapi sebuah ideologi dan pesan. Para pengikut agama ini telah tersebar ke
seluruh penjuru dunia dan jumlah mereka di tengah masyarakat dengan mayoritas
Muslim sekitar 800 juta orang. Selain itu, sekitar 400 juta Muslim juga
berpencar di belahan bumi lain. Meski demikian, sepanjang sejarah Islam di
Barat telah mengalami kesalahan penafsiran.
Tanpa ragu lagi, Islam
adalah sebuah agama yang datang membawa perdamaian dan keadilan, tapi menurut
perspektif Barat, Islam dicitrakan sebagai agama perang dan fanatis. Semua
mengetahui fakta sejarah bahwa ketika Muslim menguasai dunia dalam waktu yang
lama, peradaban Islam telah menciptakan perdamaian dan keamanan bagi seluruh
masyarakat dunia bahkan untuk selain Muslim. Faktanya dunia Islam telah
menghadirkan tempat tinggal dan rumah bagi para gelandangan di seluruh dunia
khususnya benua Eropa.
Di sini saya ingin
mengutip pandangan Robert Briffault dalam bukunya “Making of Humanity” yang
telah melakukan penelitian dan riset tentang masyarakat dan negara-negara Islam
beserta statistik mereka. Ia berpendapat bahwa pemerintahan Tuhan di Timur tidak
ditegakkan atas dasar penindasan atau pemaksaan. Di dunia Timur kita tidak
menyaksikan penentangan terhadap ide-ide cemerlang dan perang abadi terhadap
revolusi pemikiran sebagaimana yang lazim kita temukan di Eropa dan di masa
lalu sering terjadi di Yunani dan Roma.
William Muir, sejarawan
tersohor juga membenarkan bahwa keadilan dan kasih sayang kerap ditemukan dalam
penaklukan-penaklukan yang dilakukan Islam dan ini berbeda dengan fanatisme dan
penindasan yang dipertontonkan oleh tentara Romawi dalam kasus yang sama. Kaum
Kristen Suriah pada masa kejayaan Arab menikmati kemajuan dan kebebasan
berkreasi yang lebih besar hingga pada masa kekuasaan Hercules, mereka juga
tidak pernah bermimpi untuk kembali ke negara asalnya di Eropa. Kondisi itu
mengalami perubahan ekstrim di bawah pemerintahan imperialis Barat. Dunia Islam
selama tiga dekade berada di bawah penjajahan dan selama masa itu, secara umum
bangsa-bangsa di dunia ketiga dan terutama di dunia Islam mengalami penyiksaan
dan penindasan oleh kekuatan-kekuatan imperialis.
Arnold Toynbee secara
jelas menyatakan bahwa dalam konfrontasi antara dunia dan Barat yang dimulai
sejak sekitar 400 atau 500 tahun sebelumnya dan masih berlanjut hingga
sekarang, dunialah yang memiliki pengalaman bernilai dan bukan Barat. Bukan
Barat yang menjadi objek serangan dunia, tapi dunia yang menjadi target agresi
Barat sampai-sampai Barat dilukiskan sebagai agresor pertama era modern.
Dalam sebuah kalimat
bernada menghina dikatakan bahwa di masa lalu dunia Islam dengan komunitasnya
yang besar menerima pukulan berat dari Barat dan kini dikesankan sebagai bahaya
bagi Barat. Satu-satunya dosa umat Islam adalah upaya mereka untuk menemukan
kembali identitasnya dan membangun negaranya berlandaskan prinsip-prinsip
Islam. Kesadaran umat Islam ini diinterpretasikan oleh Barat sebagai
konfrontasi antara Islam dan Barat. Islam dikampanyekan dengan istilah yang
paling negatif dan kegiatan mereka dinyatakan sebagai bahaya besar bagi Barat.
Asumsi Barat terhadap
umat Islam patut disayangkan. Melabelkan Muslim dengan terorisme tentu saja
jauh dari realita. Harus diakui ada gerakan kebangkitan Islam, namun Muslim
sama sekali tidak punya program untuk menyerang siapa pun. Upaya mereka
semata-mata untuk mempelajari teknologi dan sains sehingga dapat mengubah gaya
hidupnya dalam naungan iman, nilai-nilai, dan tradisi. Umat Islam tidak punya
niat untuk mengisolasi dirinya dari dunia luar. Sebaliknya mereka ingin hidup
berdampingan dengan bangsa lain secara terhormat dan berwibawa sebagai sebuah anggota
masyarakat yang layak dihormati.
Semangat Renaissance
Islam berorientasi pada masa depan. Prinsip ini berbeda dengan
pandangan-pandangan kelompok fundamentalis dalam Kristen. Hal ini
mengindikasikan wawasan sempurna Muslim terhadap masalah modernitas dan
kontradiksi teknologi. Poin yang perlu ditekankan di sini adalah kebangkitan
Muslim merupakan penegaskan kembali terhadap pelestarian etika Islam dan mereka
berupaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan rasa percaya diri. Umat Islam
telah belajar menata kehidupan sosial dan industrinya dengan pandangan baru dan
itupun berdasarkan cita-cita dan prinsip-prinsip Islam. Kini mereka tengah
berusaha mewujudkan sebuah sistem sosial baru yang menjamin perdamaian dan
keadilan bagi seluruh penduduk bumi.
Kebangkitan Islam
merupakan sebuah gerakan yang dinamis dan sepenuhnya selaras dengan tuntutan
era modern. Sebenarnya, kompetisi nyata antara Islam dan Barat terletak pada
perbedaan jenjang dua budaya dan peradaban, yang satu berdasarkan nilai-nilai
Islam, sementara yang lain bersumber pada nilai-nilai materialisme,
rasionalisme dan liberalisme.
Barat mungkin saja
melabelkan kelompok agamis dengan sebutan golongan fanatis atau fundamentalis,
tapi realitanya mereka tidak kembali ke masa lalu. Umat Islam ingin bergerak
pada jalur yang lebih konstruktif dari pendahulu mereka. Mungkin saja pada
tahap awal mereka menyesuaikan diri dengan pemerintah nasionalis, namun itu
bukan cita-cita umat Islam. Pada dasarnya mereka sangat ingin menciptakan
persatuan dan solidaritas yang lebih luas di tengah umat Islam dan membangun
kerjasama yang lebih erat antara negara-negara Islam.
Sayangnya Barat
memfokuskan diri pada kapasitas dan kekuatan potensial gerakan-gerakan Islam.
Sebaliknya mereka berupaya mencoreng gerakan-gerakan Islam dengan sebutan
fundamentalis, fanatis, dan anti-Barat. Mereka terjebak kesalahan fatal dalam
memandang kelompok lain dan masalah ini tentu saja akan mempertajam friksi
antara dua budaya dan peradaban. Pandangan tidak rasional Barat telah
menyisakan kerugian besar bagi umat manusia. Penyampaian gambaran keliru
tentang Islam mengakibatkan terjadinya transfer informasi tidak valid kepada
masyarakat dan para politikus Barat terkait esensi pembaharuan Islam. Mereka
terpaksa menilai Islam dari sudut pandang spesifik yang mencakup
peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak menyenangkan.
Memperhatikan gerakan
pembaharuan Islam, perlu diingat bahwa fenomena itu juga memiliki dimensi
politik. Gerakan pembaharuan Islam tidak punya orientasi anti-Barat. Mereka
bukan pendukung Barat dan bukan juga anti-Barat, mereka hanya menentang
tindakan-tindakan tercela warisan imperialis yang merupakan ancaman potensial
terhadap hubungan ini. Perlu diingat bahwa jika Cina dan Amerika Serikat tanpa
ada kesamaan dalam sistem politik dan ekonomi, mampu menjalin hubungan baik,
maka Barat dan Islam juga perlu mengambil pelajaran dari cara hidup
berdampingan ini. Namun masalah itu sangat bergantung pada pola pandang Barat
terhadap fenomena pembaharuan Islam. Selama tidak ada upaya untuk membenturkan
dua budaya dan peradaban yang berbeda, maka kehidupan damai dapat tercipta di
dunia.
Jika kehidupan damai
telah benar-benar tercipta, ada banyak peluang kesamaan yang akan tampak.
Kesamaan-kesamaan itu merupakan modal untuk menyelesaikan problema-problema
dunia di masa mendatang. Pertanyaannya, apakah kita siap hidup damai dengan
seluruh budaya, agama dan bangsa-bangsa lain? Jika jawabannya positif, dunia
akan punya masa depan yang cerah dan jika tidak, dunia kita akan tenggelam
dalam kegelapan.
Komentar
Posting Komentar